Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia
gambar 1.1 Forest Harvesting
Direktorat Jenderal Kehutanan (1976) menyatakan bahwa
sistem-sistem silvikultur dalam eksploitasi hutan adalah Tebang Pilih Indonesia
(TPI), Tebang Habis dengan Permudaan Alam (THPA) dan Tebang Habis dengan
Permudaan Buatan (THPB).
, Menteri Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan No.
485/Kpts/II/1989 tentang Sistem Silvikultur Pengelolaan Hutan Alam Produksi
Indonesia. SK ini kemudian ditindaklanjuti dengan SK Dirjen Pengusahaan Hutan
No. 564/Kpts/IV-BPHH/1989 tentang Pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI)
dan disempurnakan dengan Keputusan Dirjen Pengusahaan Hutan No.
151/Kpts/IV-BPHH/1993 tentang Pedoman dan Petunjuk Tebang Pilih Tanam Indonesia
(TPTI) pada hutan alam dratan. Pengelolan hutan produksi dapat dilakukan dengan
sistem silvikultr Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), tebang habis dengan
permudaan buatan (THPB) dan tebang habis dengan permudaan alam (THPA).
Tebang pilih tanam Indonesia adalah sistem silvikultur yang
mengatur cara penebangan dan permudaan buatan. Sistem silvikuktur ini
merrupakan sistem yang dinilai sesuai untuk diterapkan pada hutan alam produksi
di Indonesia kecuali untuk hutan payau. Tujuan dari sistem silikultur tebang
pilih tanam Indonesia adalah untuk mengatur pemanfatan hutan alam prroduksi.,
serta meningkatkan nilai hutan baik kualitas maupun kuantitas pada areal bekas
tebangan untuk rotasi tebang berikutnya agar terbentuk tegakan hutan campuran
yang diharapakan dapat berfungsi sebagai penghasil kayu dan penghara industri
secara lestari.
Untuk mecapai tujuan ini, maka tindakan-tindakan
silvikulturr dalam hal permudaan hutannya diarahkan pada :
1. Pengaruh komposisi jenis pohon dalam
hutan yang diharapkan dapat lebih menguntungkan baik ditinjau daari segi
ekonomi maupun ekologi.
2. Pengaturan silvikultur atau kerapatan
tegakan yang optimal dalam hutan diharapkan dapat memberikan peningkatan
potensi prroduksi kayu bulat dari keadaan sebelumnya.
3. Terjaminnya fungsi hutan dalam rangka
pengawetan tanah dan air.
TEBANG PILIH TANAM INDONESIA
( TPTI )
( TPTI )
DASAR
HUKUM :
KEPUTUSAN
DIREKTUR JENDERAL PENGUSAHAAN HUTAN NOMOR. 564/KPTS/IV-BPHH/89 DAN NOMOR
151/KPTS/IV=BPHH/93
- KEGIATAN DAN TATA WAKTU TPTI
NO.
|
TAHAPAN
KEGIATAN TPTI
|
TATA
WAKTU
|
1.
|
Penataan Areal Kerja
|
Et
- 3
|
2.
|
Inventarisasi Tegakan Sebelum
Penebangan (ITSP)
|
Et
- 2
|
3.
|
Pembukaan Wilayah Hutan
|
Et
- 1
|
4.
|
Penebangan
|
Et
|
5.
|
Pembebasan
|
Et
+ 1
|
6.
|
Inventarisasi Tegakan Tinggal
|
Et
+ 1
|
7.
|
Pengadaan Bibit
|
Et
+ 2
|
8.
|
Penanaman/Pengayaan
|
Et
+ 2
|
9.
|
Pemeliharaan tahap I
|
Et
+ 3
|
10.
|
Pemeliharaan lanjutan
|
|
a. Pembebasan
|
Et
+ 4
|
|
b. Penjarangan
|
Et
+ 9
|
|
Et
+ 14
|
||
Et
+ 19
|
||
11.
|
Perlindungan dan Penelitian
|
continous
|
- KETENTUAN UMUM :
- Pohon Inti :
- Minimum 25 pohon/Ha
- Diameter minimum 20 Cm
- Etat Tebang : AAC = 1/35 x f.k
x f.e x Vol. Standing Stock x (Luas Areal Produktif)
fk : Faktor Keamanan = 0,8
fe : Faktor Eksploitasi = 0,7 s/d 0,9 - Organisasi : Pembinaan dan Logging, terpisah
- Hutan Payau dan Hutan Rawa, berlaku ketentuan khusus
Limit
Diameter :
Hutan Produksi 50 Cm and Up
Hutan Produksi Terbatas 60 Cm and Up
Hutan Produksi 50 Cm and Up
Hutan Produksi Terbatas 60 Cm and Up
[1.]
Penataan Areal Kerja (PAK)
Tujuan
: Memberi tanda batas yang nyata di lapangan pada :
Unit pengelolaan hutan
Blok kerja
Petak kerja tahunan
Unit pengelolaan hutan
Blok kerja
Petak kerja tahunan
Ketentuan
Umum :
5.
Sebelum
penataan dilakukan :
a. Pengukuhan areal unit pengelolaan
hutan
b. Membagi kedalam unit produksi
6. Penetapan blok kerja tahunan
Membagi bagian hutan sesuai daur/rotasi dengan memperhatikan :
Tingkat produktivitas
Ragam punggung, lereng dan lembah
Membagi bagian hutan sesuai daur/rotasi dengan memperhatikan :
Tingkat produktivitas
Ragam punggung, lereng dan lembah
7. Pembuatan blok kerja tahunan
.
Luas
lebih kurang 100 Ha
a. Mengikuti bentang alam
b. Bentuk sesuai dengan jalan sarad dan
diusahakan berbentuk bujur sangkar
8. Setiap petak dilengkapi dengan
register petak
9. Jarak pal batas blok 1 Km
10. Pal batas dibuat dari beton atau
kayu :
11. Pal batas blok mencantumkan :
.
Angka
tahun RKT
a. Angka urutan blok kerja dan kode RKL
b. Angka periode tahun berjalan RKL
c. Arah panah, tanda garis blok
12. Tanda-tanda batas ditera dengan GPS
dan dicatat pada register
13. Pemeliharaan dan penataan ulang
.
Dilakukan
setelah penebangan
a. Lapor ke Instansi Kehutanan
b. Register ulang
[2.]
Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan
ITSP
adalah kegiatan pencatatan, pengukuran dan penandaan pohon dalam areal blok
kerja tahunan yang diperlukan dalam rangka penyusunan RKT
Data
meliputi :
n.
Pohon
inti
o. Pohon dilindungi
p. Pohon yang akan ditebang
q. Medan kerja
Pohon
inti :
Pohon muda jenis niagawi berdiameterntara 20 s/d 49 Cm, yang akan membentuk tegakan utama untuk ditebangi pada rotasi tebang berikutnya
Pohon muda jenis niagawi berdiameterntara 20 s/d 49 Cm, yang akan membentuk tegakan utama untuk ditebangi pada rotasi tebang berikutnya
Ketentuan
Umum :
18.
Pohon
inti, batang dan tajuk sehat, tersebar merata
19. Tanda diletakkan setinggi dada
20. tanda berupa : label plastik
.
Kuning
: pohon inti dan dilindungi
a. Merah : pohon akan ditebang
21. Tinggi diukur sampai cabang pertama
22. Intensitas 100% (diameter = 50 Cm
dan pohon inti)
23. Sistem jalur, lebar jalur 20 M
24. Wilayah llindung lokasi, dipetakan
25. Gunakan tabel volume
Hasil
ITSP
26.
Laporan
hasil cruising (LHC), dikelompokkan menurut kelas diameter
27. data potensi tegakan, masuk dalam
usulam RKT
[3.]
Pembukaan Wilayah Hutan (PWH)
Adalah
kegiatan penyediaan prasarana bagi kegiatan produksi kayu, pembinaan hutan,
perlindungan hutan, inspeksi kerja, transportasi dan komunikasi antar pusat
kegiatan
Wujud
PWH :
bb.
Jaringan
jalan
cc. Barak kerja
dd. Tempat penimbunan kayu
ee. Dll
Jalan
Hutan :
Jalan angkutan yang digunakan untuk mengangkut hasil hutan ke TPN/TPK atau ke tempat pengolahan hasil hutan
Jalan angkutan yang digunakan untuk mengangkut hasil hutan ke TPN/TPK atau ke tempat pengolahan hasil hutan
Jalan
Induk :
Jalan hutan yang dapat dipergunakan untuk kegiatan pengusahaan hutan selama jangka waktu pengusahaan hutan
Jalan hutan yang dapat dipergunakan untuk kegiatan pengusahaan hutan selama jangka waktu pengusahaan hutan
Jalan
Cabang :
Jalan hutan yang bermuara pada jalan induk, dipergunakan untuk kegiatan PH selama jangka pengusahaan hutan
Jalan hutan yang bermuara pada jalan induk, dipergunakan untuk kegiatan PH selama jangka pengusahaan hutan
Jalan
Sarad :
Jalan hutan yang bermuara pada jalan cabang yang dipergunakan untuk kegiatan menyarad kayu bulat
Jalan hutan yang bermuara pada jalan cabang yang dipergunakan untuk kegiatan menyarad kayu bulat
Ketentuan
Umum
32.
Spesifikasi
Jalan Induk
No.
|
PENGERASAN
|
NON-PENGERASAN
|
|
1.
|
Umur
|
Permanen
|
5 tahun
|
2.
|
Sifat
|
Segala cuaca
|
Musim kering
|
3.
|
Lebar jalan + bahu
|
12 M
|
12 M
|
4.
|
Lebar pengerasan
|
6 - 8 M
|
-
|
5.
|
Tebal pengerasan
|
20 - 50 Cm
|
-
|
6.
|
Tanjakan (+) maksimum
|
10%
|
10%
|
7.
|
Tanjakan (-) maksimum
|
8%
|
8%
|
8.
|
Rad. belokan minimum
|
50 - 60 M
|
50 - 60 M
|
9.
|
Kapasitas muatan minimum
|
60 Ton
|
60 Ton
|
33. Spesifikasi Jalan Cabang
No.
|
PENGERASAN
|
NON-PENGERASAN
|
|
1.
|
Umur
|
5 tahun
|
5 tahun
|
2.
|
Sifat
|
Segala cuaca
|
Musim kering
|
3.
|
Lebar jalan + bahu
|
8 M
|
12 M
|
4.
|
Lebar pengerasan
|
4 M
|
-
|
5.
|
Tebal pengerasan
|
10 - 20 Cm
|
-
|
6.
|
Tanjakan (+) maksimum
|
12%
|
10%
|
7.
|
Tanjakan (-) maksimum
|
10%
|
8%
|
8.
|
Rad. belokan minimum
|
50 M
|
50 M
|
9.
|
Kapasitas muatan minimum
|
60 Ton
|
60 Ton
|
34. Pembuatan koridor harus seijin
Ditjen PH
35. Dilarang membuat jalan melalui Hutan
Lindung atau kawasan konservasi, kecuali seijin Menteri Kehutanan
36. Dipasang rambu-rambu lalu lintas
37. Peta pembukaan wilayah skala
1:10.000, menggambarkan :
.
Rencana
jalan induk, cabang, sarad; TPn, TPK
a. Realisasi jalan induk, cabang,
sarad, TPn; TPK
38. Membuat drainage dan pencegahan
erosi
39. Memasang pal-pal kilometer
40. Melaporkan rencana pembuatan jalan
dan realisasinya kepada instansi kehutanan
terima kasih akhirnya tahu juga tentang kayu semoga dapat di perhatikan oleh para pengambil kebijakan.
BalasHapus